DPRD Kota Cirebon Temukan Sejumlah Kejanggalan PPDB 2024

Anggota DPRD Kota Cirebin, Fitrah Malik saat menunjukan bukti-bukti

POJOKJABAR.com – Warga Kota Cirebon mengeluhkan sulitnya masuk ke sekolah melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 jalur zonasi dan Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM).


Menyikapi hal tersebut, Anggota Komisi III Bidang Pendidikan DPRD Kota Cirebon, Fitrah Malik mengatakan, banyak dugaan permainan yang dilakukan oknum-okum untuk mengakali calon siswa masuk ke sekolah tertentu.

“Berdasarkan pengamatan kami bahwa dalam SOP yang sudah dibuat oleh Gubernur Jawa Barat bahwa PPDB ini harus dilaksanakan secara objektif transparan dan kuntabel. Kami melihat ini tidak dilaksanakan,” ucapnya, Rabu (26/6).

Fitrah menambahkan, dilihat dari laman PPDB dalam SOP juga disebutkan bahwa harus mencantumkan alamat. Sedangkan pencantuman alamat itu tidak secara lengkap hanya mencantumkan nama kelurahan dan kecamatan jadi tidak detail.


“Artinya ini tidak menyulitkan masyarakat untuk melihat bahwa ini transparan, tidak ada alamat, jalan. Artinya dari laman yang ada di PPDB setelah kami cek dan kumpulkan data jarak yang tercantum ada hanya beberapa cm bahkan ada yang satu meter ada yang 3 m antara siswa satu dengan siswa yang lain,” tuturnya.

Jarak yang tidak masuk akal, kata Fitrah antara siswa satu dengan siswa yang lain menunjukan bahwa ada kejanggalan. Berarti di situ berkumpul seperti komplek PPDB.

“Jadi antara siswa yang satu itu berkumpul semua di situ. Jaraknya berdekatan ini sangat janggal sekali apakah mungkin seluruh siswa yang diterima itu berjarak satu, dua sampai lima meter, enggak kan,” jelasnya.

Kemudian kejanggalan yang lain, lanjut Fitrah, pihaknya menemukan beberapa data, ada yang sekolah SMP-nya dari luar daerah bahkan ada di Purwokerto, Majalengka tapi alamatnya di Sukasari.

“Artinya banyak siswa yang sekolah asalnya SMP-nya itu di luar wilayah Kota Cirebon bahkan ada di luar provinsi tetapi alamatnya itu di sekitaran sekolah pada saat pendaftaran,” ujarnya.

Masih kata Fitrah, dalam SOP juga disebutkan bahwa saat ini aturan baru tidak membolehkan siswa pindah alamat atas nama anaknya saja tetapi harus satu keluarga.

“Ketika pun boleh boleh tidak satu keluarga, asal tinggal di tempat walinya. Nantinya dalam SOP juga disebut itu harus ada surat kuasa pengasuhan dari orang tuanya kepada walinya, kami duga bahwa banyak data yang dimanipulasi dengan cara mengubah nama wali tapi dalam SOP disebutkan bahwa harus ada surat kuasa pengasuhan,” bebernya.

Wali itu harus melampirkan surat kuasa dalam hal ini pihak sekolah maupun KCD pasti akan membantah karena ada surat pertanggungjawaban mutlak yang ditandatangani oleh orang tua atau wali bahwa data yang disampaikan benar.

“Nah menurut kami itu hanya sebatas memutuskan bahwa sudah di luar tanggung jawab pihak sekolah tapi seharusnya saat verifikasi pihak sekolah harus melakukan dengan benar,” tutupnya