Berawal Hobi Hingga Mengenal Mitos Burung Perkutut Lokal Katuranggan

Pemilik burung perkutut. effendi

POJOKJABAR.com,CIREBON– Bagi penggemar dan memelihara jenis burung perkutut lokal,hingga mengenal ciri-ciri sebagai burung perkutut katuranggan dibutuhkan kesabaran dan ketekunan.


Kota Cirebon merupakan kota wali yang di kenal sebagai juga kota udang.Teriknya matahari pada Sabtu (3/06/2023) siang di rasakan pojokjabar cukup panas.

Saat pojokjabar sedang melintas di wilayah pusat kota tidak jauh dari Balai kota Cirebon wilayah stasiun kereta api (KA),mencari tempat fotocopy untuk memenuhi kelengkapan persyaratan guna mengikuti ujian kompetensi.Dalam perjalanan pojokjabar di kejutkan dengan terdengarnya alunan irama suara burung yang cukup lirih dan merdu.

Setelah di perhatikan suara tersebut ternyata dari suara burung-burung jenis burung perkutut lokal.Ada suara pendek dan panjang bahkan seperti suara suling.pojokjabar seperti terhipnotis dengan suara-suara burung itu yang tidak jauh dari tempat fotocopy, sembari menghampiri di mana letak sumber suara burung perkutut itu.


Dalam perjalanan pojokjabar tak berapa lama tampak seorang laki-laki paruh baya dan ratusan burung perkutut lokal di sangkar saat pojokjabar melintas tepat di wilayah depan stasiun kota Cirebon.

Pemilik burung perkutut lokal Wahono, 58 tahun, Warga Jalan Inspeksi stasiun Kereta Api (KA) kejaksan, Kelurahan Kejaksan, Kota Cirebon mengatakan, dirinya senang memelihara burung perkutut lokal sejak tahun 1974 saat itu dirinya masih kelas 2 sekolah dasar (SD). Ia menekuni memelihara burung perkutut mengikuti jejak kakek dan orang tuanya.

“Merawat burung perkutut diperlukan kesabaran pasalnya burung tersebut merupakan jenis burung liar yang biasa hidup di habitat asalnya yakni di hutan dan perkebunan.Jadi memang harus sabar dan tantangan sampai burung itu mau mengeluarkan suaranya dan bisa jinak,”terang Wahono.Saat di temui pojokjabar.

Berbeda lagi,kata Wahono jika mereka mendapatkan burung perkutut lokal sudah jadi.Artinya burung yang sudah di rawat di pelihara sehingga burung tersebut sudah bunyi atau bersuara.Dan pemilik bisa langsung menikmati mendengarkan suara manggung (bersuara-red) burungnya.

“Pemilik jadi tidak repot-repot atau menunggu lama sampai burung perkututnya bersuara,karena burung sudah jadi, atau manggung,”ujarnya.

Ia mengatakan,di Kota dan kabupaten Cirebon sudah memiliki berbagai komunitas masyarakat khusus penghobi perkutut lokal.Pecinta burung perkutut lokal saat ini sudah merata, dari kelas pejabat pemerintah, rakyat biasa, orang tua bahkan sekarang sampai anak muda, padahal jaman dulu burung perkutut di kenal burung bapak tua.

“Ya sekarang banyak penggemar burung perkutut lokal,karena hampir tiap daerah memiliki grup komunitas khusus perkutut lokal baik di Cirebon,Indramayu,Kuningan, Majalengka dan kota,kabupaten lainnya di Jawa Barat masuk dalam naungan P4LSI Korda Jabar,” jelasnya.

Wahono mengatakan,untuk harga burung perkutut lokal ombyokan/bahan (belum jadi-red) di pasar burung sampai sekarang masih relatif terjangkau kisaran harga Rp.15 ribu sampai 30ribuan.Sedangkan burung perkutut lokal yang sudah jadi dan memiliki ciri khusus atau katuranggan harga biasanya di sesuaikan sampai ada kesepakatan antara penjual dan si pembeli.

“Ya harga burung perkutut yang sudah jadi dan yang katuranggan memang tidak ada standar harga berapa kisaran harganya,karena harga perkutut lokal yang sudah jadi dan katuranggan bisa saja di jual murah atau mahal oleh pemiliknya.Jadi harga di tentukan sampai ada kesepakatan kecocokan antara penjual dan pembelinya,” terangnya.

Lebih jauh Wahono menjelaskan,burung perkutut katuranggan artinya burung yang memiliki ciri khusus pada burung tersebut,memiliki mitos di percaya bisa membawa keberuntungan,kebaikan,serta kebahagiaan bagi si pemelihara burung perkutut lokal katuranggan tersebut.

Dan ciri-ciri burung katuranggan bisa merupakan sebuah pesan atau nasehat untuk si pemilik burung tersebut.Untuk mengetahui burung yang memiliki katuranggan di butuhkan ketelitian dan proses yang panjang serta ketekunan.

‘Contoh burung perkutut yang memiliki jambul di kepala di sebut Songgo Ratu, kemudian perkutut lokal warna putih,dan burung yang memiliki tanda-tanda khusus di tubuh burung itu,dan banyak lagi mas,”terang dia.

Wahono menyebut,namun pada umumnya para penghobi selain memelihara/menangkarkan juga untuk mempertahankan serta melestarikan keberadaan burung agar tidak punah di habitatnya,karena sebagian akan dilepas liarkan.Pasalnya saat ini burung tersebut sudah jarang di temui di alam liar apalagi di perkotaan kecuali di daerah dekat hutan atau daerah yang masih ada kebun.

Selain itu masih kata dia,memelihara burung perkutut lokal merupakan warisan budaya masyarakat Jawa khusunya, bahwa kata dia,keberadaan pecinta burung perkutut lokal sejak jaman kerajaan sampai saat ini. Menurutnya banyak sisi kearifan lokal didalamnya seperti untuk mempererat silaturahmi dan memiliki nilai filosofi yang tinggi.

Ia menambahkan,event atau lomba khusus burung perkutut lokal saat ini sudah sering dan banyak di gelar sejak di bebaskannya masa Covid-19 oleh Pemerintah.Kendati demikian semua peserta tetap di anjurkan menerapkan protokol kesehatan.

“Jadi kita jalin silaturahmi bertemu melalui paguyuban atau grup dan event-event lomba,kita bisa saling berbagi ilmu dan pengalaman.pungkasnya.

(eff/pojokjabar)