Kuasa Hukum Mantan Ketua DPRD Jabar Minta Ketua Majelis Hakim Bebaskan Terdakwa

Sidang

POJOKJABAR.COM, BANDUNG – Tim penasihat hukum (PH) terdakwa Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty, meminta majelis hakim PN Bale Bandung membebaskan terdakwa dari segala tuntutan jaksa.


Selain itu, tim PH juga meminta putusan majelis hakim agar memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengembalikan seluruh aset terdakwa yang disita, termasuk memulihkan nama baik, harkat, dan martabat terdakwa.

Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan pembacaan nota pembelaan (pledoi) eks Ketua DPRD Jawa Barat dan istrinya itu di PN Bale Bandung, Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (30/1/2023).

Penasihat hukum beranggapan, bahwa tuntutan JPU sangat berlebihan dan imajinatif. Sebab, tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan.


Sebelumnya, JPU menuntut eks Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara dan istrinya Endang Kusumawaty, dengan hukuman penjara selama 12 tahun. Selain itu, JPU juga menuntut denda kepada terdakwa dengan denda sebesar Rp 2 miliar subsider 6 bulan penjara.

Sebagai informasi, Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty terjerat kasus dugaan penipuan dan penggelapan bisnis SPBU. Berdasarkan dakwaan, transaksi kerja sama bisnis antara terdakwa Irfan dan korban yaitu Stelly Gandawidjaja, berlangsung sejak 2013 hingga 2019.

“Intinya, kami menolak segala tuntutan JPU yang tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Banyak hal dalam tuntutan jaksa itu imajinatif, misalnya terungkap bahwa saksi korban (Stelly Gandawijaya) yang sebenarnya sering mendatangi kepada klien kami, bukan sebaliknya,” tutur Rendra T. Putra, salah satu tim penasihat hukum terdakwa seusai persidangan.

Rendra juga menyoroti mengenai keterangan para saksi ahli dan saksi lainnya di persidangan yang menyatakan, kasus ini berawal dari urusan bisnis. Dengan demikian, lanjut Rendra, kasus ini merupakan kasus perdata, bukan pidana seperti yang didakwakan JPU.

“Beberapa saksi mengatakan ada urusan bisnis, ada pinjam-meminjam, dana talangan. Sesuai keterangan ahli di persidangan, ini perdata bukan unsur pidana. Tetapi oleh pelapor diteruskan ke Bareskrim dan dilanjutkan kepada jaksa menjadi suatu perbuatan pidana. Itu yang saya kira tidak tepat,” ucapnya.

*Keterangan Saksi Korban Banyak Saling Bertentangan*

Dalam pledoi, tim PH menjelaskan, dari keterangan saksi korban Stelly Gandawidjaja baik dalam berita acara pemeriksaan (BAP) maupun keterangan saat persidangan, banyak saling bertentangan. Sehingga, keterangan saksi Stelly itu tidak memiliki nilai pembuktian.

Demikian halnya juga dengan tuntutan jaksa yang mendakwa adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tim PH menilai, dalam kasus ini tidak terbukti adanya TPPU.

Terungkap dalam fakta persidangan, lanjut tim penasihat hukum, hubungan hukum antara terdakwa Irfan dengan saksi Stelly merupakan hubungan keperdataan berupa persekutuan perdata.

“Mengutip keterangan saksi ahli Widiada Gunakaya yang dihadirkan dalam persidangan bahwa tindak pidana asal wajib dibuktikan sebelum membuktikan TPPU-nya. Jika pidana asalnya tidak terbukti, maka pembuktian TPPU menjadi tidak relevan lagi,” ucap tim penasihat hukum.

Menanggapi pledoi tersebut, JPU akan mengajukan replik atau tanggapan atas nota pembelaan terdakwa tersebut. JPU akan mempelajari pledoi yang disampaikan, baik dari penasihat hukum maupun terdakwa.

“Nanti kita tanggapi juga pledoi ini melalui replik dari kami (JPU). Kalau kesan tuntutan kami imajinatif, itu kan hak mereka (penasihat hukum dan terdakwa).

Semua pertimbangan itu kan majelis hakim yang menentukan. Selaku jaksa, kami harus yakin dan membuktikan apa yang kami dakwakan,” ungkap salah satu JPU, Yendri.(zag)