Jaksa Tuntut Irfan Suryanegara dan Istrinya Endang Kusumawaty 12 Tahun Penjara, Terkait Dugaan Penggelapan

Sidang irfan

POJOKJABAR.COM, BANDUNG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut eks Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara dan istrinya Endang Kusumawaty, dengan hukuman penjara selama 12 tahun.


Selain itu, JPU juga menuntut denda kepada para tersangka dengan denda sebesar Rp 2 miliar subsider 6 bulan penjara.

JPU membacakan tuntutan hukuman tersebut dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan kepada terdakwa di PN Bale Bandung, Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/1/2023).

Persidangan pembacaan tuntutan tersebut, baru terlaksana pada pukul 16.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.40 WIB. Para terdakwa, mengikuti jalannya persidangan secara online.


Sebagai informasi, Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty terjerat kasus dugaan penipuan dan penggelapan bisnis SPBU. Berdasarkan dakwaan, transaksi kerja sama bisnis antara terdakwa Irfan dan korban yaitu Stelly Gandawidjaja, berlangsung sejak 2013 hingga 2019 yang merugikan korban sebesar Rp 58 miliar.

“Menyatakan terdakwa Irfan Suryanagara terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan secara bersama-sama, dan TPPU sebagaimana pasal 378 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP dan Pasal 3 juncto Pasal 10 UU No 8 Tahun 2010 tentang TPPU,” ungkap Pujo dalam persidangan.

“Menuntut para terdakwa dengan tuntutan selama 12 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan denda sebesar Rp 2 miliar subsider 6 bulan,” Pujo menambahkan.
Dalam perkara ini, JPU menilai, terdakwa Irfan terbukti memengaruhi seseorang dan menyamarkan hasil kejahatannya dalam bentuk aset yang atas nama terdakwa Endang.

Pujo menerangkan, jika menerapkan pasal yang ada dalam TPPU memenuhi syarat dan sudah terbukti juga. Karena, lanjut Pujo, dua peristiwa itu sudah satu kesatuan.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Raditya menilai, semua analisa yuridis dari JPU sangat imajinatif.

Selain itu, penasihat hukum juga menilai, banyak keterangan-keterangan saksi dalam fakta persidangan tidak menerangkan seperti yang tertuang dalam berkas tuntutan namun dimasukan ke dalam surat tuntutan.
“Sehingga sedikit banyak JPU hanya meng-copypaste dari BAP sedangkan pasal 185 ayat (1) KUHAP telah mengatur bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti,” ungkap Raditya.

Hal ini, lanjut Raditya, hanya keterangan-keterangan yang terungkap di persidangan sebagai alat bukti dan merupakan fakta hukum yang dapat digunakan hakim sebagai pertimbangan putusannya.

Meski demikian, pihaknya meyakini, berbagai keterangan saksi yang telah diperiksa dalam persidangan tercatat panitera sidang dengan baik dan lengkap. Sehingga, majelis hakim tidak terkecoh pernyataan JPU yang tidak berdasar dalam mengambil keputusannya.

“Atas tuntutan jaksa tersebut, kami dari tim penasihat hukum dan terdakwa juga akan mengajukan nota pembelaaan,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan tim penasihat hukum terdakwa lainnya, Renda T. Putra. Ia menuturkan, tuntutan JPU tersebut dinilai berlebihan.

“Sebenarnya banyak fakta persidangan yang tidak sesuai dengan tuntutan JPU. Misalnya, ada pernyataan JPU bahwa Endang Kusumawaty yang bersaksi untuk Irfan Suryanagara karena hubungan suami-istri. Dari situ, kita bisa lihat dan simpulkan bahwa tuntutan JPU tidak cermat,” katanya.