POJOKJABAR.COM, Bandung – Majelis hakim Pengadilan Negeri Bale Bandung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, kembali menggelar persidangan kasus dugaan penipuan dan penggelapan bisnis SPBU yang menyeret anggota DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty sebagai terdakwa.
Dalam persidangan pada Senin (9/1/2023) yang dipimpin Dwi Sugianto ini, tim penasihat hukum terdakwa menghadirkan dua saksi ahli yakni Dr. Widiada Gunakaya dan Prof. Toto yang merupakan dosen perguruan tinggi hukum di Kota Bandung, Jawa Barat.
Upaya menghadirkan saksi ahli ini lantaran tim penasihat hukum menilai saksi ahli yang dihadirkan pihak jaksa penuntut umum (JPU), terkesan mengulang-ulang dakwaan terhadap kliennya.
Oleh sebab itu, tim penasihat hukum terdakwa menghadirkan para saksi ahli sebagai penyeimbang penjelasan saksi ahli JPU mengenai unsur-unsur pidana dan perdata, termasuk unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat kliennya itu.
“Makanya kami menghadirkan saksi ahli dari kita agar saksi ahli kami mampu menjelaskan lebih jauh lagi apa yang dimaksud dengan unsur-unsur pidana, TPPU, dan unsur perdata,” ungkap Rendra T. Putra selaku penasihat hukum terdakwa Irfan Suryanagara, seusai persidangan di PN Bale Bandung, Senin (9/1/2023).
Dari keterangan saksi ahli dalam persidangan kali ini, lanjut Rendra, mengenai dakwaan penuntut umum telah dijelaskan bahwa kalau memang tidak terbukti unsur pasal 372 dan pasal 378, maka tidak diperlukan lagi pembuktian untuk TPPU terhadap kliennya itu.
Sehingga, lanjut Rendra, unsur TPPU ini seyogianya tidak boleh berdiri sendiri. Dengan kata lain, lanjut Rendra, jaksa wajib membuktikan dakwaannya.
“Jika dakwaannya tidak bisa dibuktikan, maka TPPU-nya tidak ada. Kemudian, jika TPA (tindak pidana asal) tidak ada, saksi ahli menyampaikan harusnya terdakwa terbebas dari dakwaan,” ucap Rendra.
Dalam persidangan itu, salah satu saksi ahli Dr. Widiada Gunakaya menjelaskan, apa pun yang didakwakan JPU maka hal itu harus dibuktikan.
“Apabila perbuatan berupa penipuan atau penggelapan didakwakan JPU, maka kewajiban JPU harus membuktikannya. Itulah yang nantinya diperiksa dan diadili oleh majelis hakim dalam memutus suatu perkara,” ungkap Widiada.
Sementara itu salah satu tim JPU Wisnu mengatakan, terkait pembuktian tindak pidana asal ini tidak semua kasus harus ada pembuktiannya. Wisnu menuturkan, ada banyak kasus-kasus yang tidak memerlukan pembuktian tindak pidana asal tetapi langsung ke TPPU.
“Ada kasus-kasus yang TPA tidak dibuktikan tapi langsung ke TPPU-nya, banyak di Mahkamah Agung. Majelis memberi contoh seperti teroris, perkara narkotika, dan banyak lagi. Tidak semua TPPU harus dibuktikan pidana asalnya,” ungkap Wisnu.
Sebagai informasi, Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty terjerat kasus dugaan penipuan dan penggelapan bisnis SPBU. Berdasarkan dakwaan, transaksi kerja sama bisnis antara terdakwa Irfan dan korban yaitu Stelly Gandawidjaja, berlangsung sejak 2013 hingga 2019 yang merugikan korban sebesar Rp 58 miliar.
Akibat perbuatannya, terdakwa Irfan Suryanegara dan Endang Kusumawaty didakwa melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan untuk dakwaan pertama.
Selain itu, JPU mengajukan dakwaan kedua, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman hukuman 10 sampai 20 tahun penjara. Saksi Ahli Dihadirkan ke Persidangan Untuk Ringankan Irfan Surayanegara dan Istri Dalam Kasus Penipuan dan Penggelapan
Bandung – Majelis hakim Pengadilan Negeri Bale Bandung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, kembali menggelar persidangan kasus dugaan penipuan dan penggelapan bisnis SPBU yang menyeret anggota DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty sebagai terdakwa.
Dalam persidangan pada Senin (9/1/2023) yang dipimpin Dwi Sugianto ini, tim penasihat hukum terdakwa menghadirkan dua saksi ahli yakni Dr. Widiada Gunakaya dan Prof. Toto yang merupakan dosen perguruan tinggi hukum di Kota Bandung, Jawa Barat.
Upaya menghadirkan saksi ahli ini lantaran tim penasihat hukum menilai saksi ahli yang dihadirkan pihak jaksa penuntut umum (JPU), terkesan mengulang-ulang dakwaan terhadap kliennya.
Oleh sebab itu, tim penasihat hukum terdakwa menghadirkan para saksi ahli sebagai penyeimbang penjelasan saksi ahli JPU mengenai unsur-unsur pidana dan perdata, termasuk unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat kliennya itu.
“Makanya kami menghadirkan saksi ahli dari kita agar saksi ahli kami mampu menjelaskan lebih jauh lagi apa yang dimaksud dengan unsur-unsur pidana, TPPU, dan unsur perdata,” ungkap Rendra T. Putra selaku penasihat hukum terdakwa Irfan Suryanagara, seusai persidangan di PN Bale Bandung, Senin (9/1/2023).
Dari keterangan saksi ahli dalam persidangan kali ini, lanjut Rendra, mengenai dakwaan penuntut umum telah dijelaskan bahwa kalau memang tidak terbukti unsur pasal 372 dan pasal 378, maka tidak diperlukan lagi pembuktian untuk TPPU terhadap kliennya itu.
Sehingga, lanjut Rendra, unsur TPPU ini seyogianya tidak boleh berdiri sendiri. Dengan kata lain, lanjut Rendra, jaksa wajib membuktikan dakwaannya.
“Jika dakwaannya tidak bisa dibuktikan, maka TPPU-nya tidak ada. Kemudian, jika TPA (tindak pidana asal) tidak ada, saksi ahli menyampaikan harusnya terdakwa terbebas dari dakwaan,” ucap Rendra.
Dalam persidangan itu, salah satu saksi ahli Dr. Widiada Gunakaya menjelaskan, apa pun yang didakwakan JPU maka hal itu harus dibuktikan.
“Apabila perbuatan berupa penipuan atau penggelapan didakwakan JPU, maka kewajiban JPU harus membuktikannya. Itulah yang nantinya diperiksa dan diadili oleh majelis hakim dalam memutus suatu perkara,” ungkap Widiada.
Sementara itu salah satu tim JPU Wisnu mengatakan, terkait pembuktian tindak pidana asal ini tidak semua kasus harus ada pembuktiannya. Wisnu menuturkan, ada banyak kasus-kasus yang tidak memerlukan pembuktian tindak pidana asal tetapi langsung ke TPPU.
“Ada kasus-kasus yang TPA tidak dibuktikan tapi langsung ke TPPU-nya, banyak di Mahkamah Agung. Majelis memberi contoh seperti teroris, perkara narkotika, dan banyak lagi. Tidak semua TPPU harus dibuktikan pidana asalnya,” ungkap Wisnu.
Sebagai informasi, Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty terjerat kasus dugaan penipuan dan penggelapan bisnis SPBU. Berdasarkan dakwaan, transaksi kerja sama bisnis antara terdakwa Irfan dan korban yaitu Stelly Gandawidjaja, berlangsung sejak 2013 hingga 2019 yang merugikan korban sebesar Rp 58 miliar.
Akibat perbuatannya, terdakwa Irfan Suryanegara dan Endang Kusumawaty didakwa melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan untuk dakwaan pertama.
Selain itu, JPU mengajukan dakwaan kedua, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman hukuman 10 sampai 20 tahun penjara.