POJOKJABAR.id, Sukabumi – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam wadah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bersama Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Fakultas Pertanin Universitas Muhammadiyah Sukabumi, melakukan aksi unjuk rasa pada Rabu (28/09/2022).
Ratusan mahasiswa tersebut menggelar aksinya di halaman kantor ATR/BPN Kantah Kabupaten Sukabumi yang berlokasi, di ruas Jalan Raya Surya Kencana, Nomor 2, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, sekitar pukul 11.00 WIB.
Suasana di lokasi unjuk rasa pun sempat memanas dengan adanya saling dorong antara mahasiswa dan petugas Polres Sukabumi Kota. Hal itu, terjadi lantaran para mahasiswa merasa geram kepada petugas ATR/BPN Kabupaten Sukabumi yang tidak kunjung menemui mereka.
Ketua Umum PC IMM Sukabumi Raya, Yusuf Supardin mengatakan, Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten terluas kedua di pulau Jawa dan Bali. Tentunya Kabupaten Sukabumi memiliki sebidang tanah yang luas, maka seharusnya petani di Kabupaten Sukabumi merasakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Baca Juga : Sejumlah Warga di Sukabumi Keluhkan Program PTSL yang Tak Kunjung Selesai
“Namun pada faktanya, ketimpangan hak atas tanah di Sukabumi sering terjadi, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya perkebunan di Sukabumi yang mencapai 63 perkebunan HGU, HGB dan HGP,” katanya.
Jika dilihat dilapangan, banyak perkebunan yang terindikasi sudah tidak aktif dan tidak beroperasi sesuai dengan peruntukannya. Seharusnya ATR/BPN Kantah Kabupaten Sukabumi bisa mengeluarkan SK.
“Tanah terlantar pada perkebunan yang sudah tidak beroperasi dan mencabut ijin HGU dan HGB-nya,” tandasnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka PC IMM Sukabumi Raya dan KBM FAPERTA Universitas Muhammadiyah Sukabumi pada Hari Tani Nasional ke 62 tahun, telah menuntut agar menjalankan UUPA Nomor 5 Tahun 1960 dam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 dan tuntaskan konflik agraria yang terjadi di Kabupaten Sukabumi serta selesaikan konflik agraria pasca redistribusi lahan tahun 2020 di wilayah Kecamatan Warungkiara.
“Segera keluarkan SK tanah terlantar terhadap perkebunan yang sudah terindikasi tidak beroperasi atau terlantar dan segera cabut izin HGU, HGB serta HGP di Kabupaten Sukabumi,” timpalnya.
Bukan hanya itu, mereka juga mendasak Ketua GTRA Kabupaten Sukabumi dalam hal ini Bupati Sukabumi untuk segera membuat tim khusus penyelesaian konflik agraria di Kabupaten Sukabumi.
Baca Juga : Avanza Tertabrak Kereta Api di Perlintasan tanpa Palang Pintu Cikaso Sukabumi, 5 Orang Dilarikan ke RS
“Kami juga mendesak ATR/BPN untuk segara menyelesaikan redistribusi 3 titik prioritas tora di Kabupaten Sukabumi,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa pada BPN Kabupaten Sukabumi, Mulyo Santoso didampingi Kepala Seksi Penataan Hak Pertanahan dan Pendaftaran Tanah pada BPN Kabupaten Sukabumi, Jumalianto mengtakan, pada dasarnya BPN Kabupaten Sukabumi telah menyikapi positif soal aksi yang dilakukan mahasiswa tersebut di halaman ATR/BPN Kantah Kabupaten Sukabumi.
Pada kesempatan tersebut, terdapat beberapa hal yang dibahas soal program strategis nasional. Diantaranya permasalahan PTSL, pengadaan tanah jalan tol ataupun redistribusi tanah yang merupakan bagian untuk kepentingan dari petani dan penggarap tanah.
“Kami mengakui konflik reforma agraria ini merupakan permasalahan yang kompleks. Apalagi Kabupaten Sukabumi memiliki lahan terluas kedua di wilayah Jawa-Bali setelah daerah Banyuwangi,” katanya.
Pihaknya mengaku, sebenarnya ATR/BPN Kabupaten Sukabumi sudah melakukan komunikasi soal reforma agraria ini. Bahkan, bukan hanya membagi-bagikan tanah.
Tetapi, ATR/BPN Kabupaten Sukabumi saat ini tengah menyelesaikan reforma agraria tentang program PTSL untuk partisipasi masyarakat sebesar 110.000 bidang.
“Itu pekerjaan yang sangat luar biasa, itu reforma di tahun 2022 sekarang,” ujarnya.
Menurutnya, reforma agraria bukan hanya soal redistribusi lahan belaka. Namun, juga mencakup sertifikasi nelayan, PTSL dan lain sebagainya.
Namun meski demikian selama ini masyarakat menilai yang namanya reforma itu merupakan bagi-bagi tanah. Untuk itu, ATR/BPN Kabupaten Sukabumi selalu menegaskan, agar bagaimana tanah itu bisa dimanfaatkan dan bukan dimiliki.
“Intinya, koreksi-koreksi dari mahasiswa ini kami sangat mendukung. Karena itu bisa mengingatkan kami tentang amanah UUPA. Tetapi ini juga perlu disamakan persepsi kita saat ini sudah hampir se-Indonesia 65 persen bidang tanah di sertifikatkan,” pungkasnya. (rs/pojokjabar)