Banggar DPR RI Tepis Pembelokan Isu Menghapus Daya 450 VA, Pemelintiran Secara Sistematis

Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, MH. Said Abdullah. Foto/IST

POJOKJABAR.id, DEPOK – Hampir seminggu ini di media sosial di goreng sedemikian rupa bahwa pemerintah dan Badan Anggaran DPR akan menghapus daya 450 VA pelanggan listrik.


Bahkan serangan secara pribadi disasarkan kepada Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, MH. Said Abdullah, sehingga pembelokan isu menghapus daya 450 VA sudah keluar dari aspek proporsionalitas.

Menyikapi perkembangan isu menghapus daya 450 VA yang ada, Said menegaskan bawha perlu menjernihkan agar rakyat mendapatkan informasi yang utuh.

“Pada kebijakan yang sangat strategis, kita perlu peralihan energi dari berbasis minyak bumi menuju listrik. Kenapa hal itu perlu kita tempuh, sebab kita punya ketergantungan impor yang sangat besar terhadap minyak bumi. Kemampuan produksi minyak bumi kita hanya 614-650 ribu barel per hari, sementara kebutuhan kita mencapai 1,4-1,5 juta barel per hari,” tutur Said kepada media di Jakarta, Minggu (18/09).


BACA JUGA : Hampir 30 Tahun Jaringan Listrik Warga Desa Tanjungmekar Pakisjaya Masih Nginduk ke Bekasi

Ketergantungan terhadap impor minyak bumi mengakibatkan Indonesia terjebak dalam posisi sulit yang sering dihadapi berulangkali, seperti kenaikan harga minyak bumi dan kurs kian memojokkan Indonesia dalam posisi sulit.

APBN harus mengongkosi subsidi yang kian besar, sehingga postur APBN tidak sehat dan rentan. Bila ongkos tersebut dikurangi berakibat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, dan menimbulkan beban kepada rakyat.
Oleh sebab itu, sambung Said, Indonesia harus keluar dari jebakan minyak bumi.

“Kita saat ini memiliki produksi listrik di dalam negeri yang sangat besar, yang sanggup menopang kebutuhan energi kita. Inilah ihwal yang melatar belakangi agar kita segera beralih energi dari minyak bumi ke listrik. Sebagian besar pembangkit listrik kita dipenuhi dari batubara. Pasokan batubara kita sangat besar, sehingga tidak bergantung terhadap suplai impor layaknya minyak bumi. Dampaknya kekuatan energi kita lebih mandiri, sambil secara perlahan kita melepaskan diri dari batubara dan mengganti pembangkit listrik kita menggunakan Energi Baru dan Terbarukan (EBT),” paparnya.

BACA JUGA : Kabel Listrik Kendur Milik PLN di Desa Kampungsawah Bahayakan Warga

Saat rapat antara Badan Anggaran DPR dengan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan sesungguhnya membicarakan agenda besar peralihan energi kita untuk menyehatkan APBN, lanjut Said, sayangnya yang digoreng di media sosial hanya penggalan kalimat dirinya terkait penghapusan daya listrik 450 VA untuk rumah tangga miskin. Bahkan, pemenggalan ini melepaskan narasi besar dan konteksnya sehingga menimbulkan opini sesat di tengah tengah rakyat.

“Sistematisnya pemelintiran perihal menghapus daya 450 VA ini, ditambah serangan pribadi terhadap saya menunjukkan ada pihak pihak yang mengorganisir, dan tidak senang kita mandiri energi. Sehingga, perlu saya jernihkan kembali terkait agenda peralihan energi dari minyak bumi ke listrik,” katanya.

Adapun Said menguraikan, ada 9,55 juta Rumah Tangga (RT) berdaya listrik 450 VA masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

BACA JUGA : Tiang Listrik di Sindanglaya Cianjur Tiba-tiba Meledak

Kelompok rumah tangga ini masuk kategori kemiskinan parah, yang oleh BPS termasuk keluarga berpenghasilan kurang dari 1.9 USD per hari dengan kurs Purchasing Power Parity (PPP).

“Terhadap kelompok rumah tangga seperti ini tentu saja tidak mungkin kebutuhan listriknya kita naikkan dayanya ke 900 VA. Untuk makan saja susah dan kebutuhan listriknya rata rata hanya untuk penerangan dengan voltase rendah,” terangnya.

Kemudian, ada 14,75 juta rumah tangga menggunakan daya listrik 450 VA tetapi tidak terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Terhadap pelanggan listrik kategori ini, Badan Anggaran DPR meminta PLN, BPS, Kemensos dan Pemda melakukan verifikasi faktual.

Verifikasi itu untuk memastikan apakah mereka seharusnya masuk ke DTKS atau tidak.

Jika hasil verifikasi faktual mereka seharusnya masuk DTKS tetapi belum terdata di DTKS, maka mereka harus mendapatkan akses bansos melalui pendataan DTKS, dan voltase listriknya tidak kita alihkan ke 900 VA.

“Sebaliknya jika hasil verifikasi faktual menunjukkan bukan dari keluarga kemiskinan parah, yakni berpenghasilan di bawah 1.9 USD per hari, dan sesungguhnya kebutuhan listriknya meningkat dilihat dari grafik konsumsinya, maka kelompok rumah tangga inilah yang kita tingkatkan dayanya ke 900 VA,” bebernya.

Selanjutnya, ada 8,4 juta pelanggan listrik dengan daya 900 VA terdata didalam DTKS. Atas kelompok pelanggan ini, maka pemerintah harus kembali melakukan verifikasi faktual. Jika hasil verifikasi faktual menunjukkan sebagian dari mereka sesungguhnya dari rumah tangga mampu, maka mereka kita dorong beralih daya ke 1300 VA, tetapi jika masih dalam kategori rumah tangga miskin, maka daya listriknya tetap kita masukkan ke kelompok 900 VA.

Said mengungkapkan, ada 24,4 juta pelanggan listrik dengan daya 900 VA tetapi tidak masuk dalam data DTKS. Pemerintah harus melakukan verifikasi faktual, apakah sebagian dari mereka sesungguhnya telah jatuh ke rumah tangga miskin atau tidak. Jika perkembangannya menunjukkan mereka masuk kategori rumah tangga miskin maka mereka harus masuk perlindungan bansos melalui pemutakhiran data DTKS, dan terhadap kelompok ini daya listriknya kita pertahankan tetap 900 VA.

“Sebaliknya jika sebagian dari mereka ekonominya kian membaik, dan dari grafik konsumsi listriknya meningkat maka mereka kita dorong masuk ke pelanggan 1300 VA,” terang Said.

Said menyampaikan, sampai saat ini para pelanggan listrik yang berdaya 450 VA dan 900 VA termasuk kategori rumah tangga yang mendapatkan subsidi listrik pemerintah.

Hal ini perlu ia tegaskan, sebab telah di opinikan pelanggan 900 VA tidak termasuk pelanggan listrik yang disubsidi oleh pemerintah.

“Opini menghapus daya 450 VA ini untuk menggiring agar terjadi penolakan pelanggan yang berdaya 450 VA untuk dialihkan ke 900 VA,” jelas Said.

Said mengatakan, Kemensos, BPS, PLN, dan Pemda harus sinergi untuk pembaharuan dan integrasi data. Badan Anggaran DPR mendorong BPS segera melakukan percepatan registrasi sosial. Langkah bersama ini sangat penting agar akurasi program bansos sebagai kekuatan absorber makin akurat.

“Melalui data yang akurat kita juga bisa merumuskan kebijakan strategis lainnya seperti peralihan energi, agar pilihan pilihan kebijakan teknisnya juga tepat,” katanya.

Selain itu, kata Said, upaya peralihan energi tentu tidak hanya pada sektor rumah tangga. Sektor transportasi yang menyerap 46 persen dari total konsumsi energi nasional juga harus bergerak bersama menuju berpenggerak listrik.

“Oleh sebab itu saya mengapresiasi langkah nyata Presiden Joko Widodo yang menjadi pelopor penggunaan kendaraan dinas pemerintah berpenggerak listrik,” tegas Said.

Sementara, Said mengatakan, sektor industri menyerap 31 persen konsumsi energi nasional juga dorong secara perlahan beralih dari BBM ke listrik agar produksi mereka lebih pasti dan resilien, karena tidak terpengaruh pada faktor eksternal berupa kenaikan harga minyak dunia maupun kurs. Untuk mendukung langkah ini, DPR telah memberikan persetujuan anggaran kepada pemerintah melalui Penanaman Modal Negara (PMN) sebesar Rp 10 triliun untuk membangun infrastruktur ke sentra produksi baik UMKM maupun industri besar untuk mendorong peningkatan permintaan terhadap listrik.

Dirinya berharap, transformasi ini mengubah beban subsidi kita dari oil heavy ke electric heavy. Sehingga subsidi solar yang konsumsinya 95 persen dinikmati rumah tangga mampu setara 1,69 juta kiloliter bisa kita alihkan, termasuk konsumsi pertalite yang dikonsumsi rumah tangga mampu sebanyak 80 persen setara 15,89 juta kilo liter bisa kita relokasi untuk subsidi terhadap listrik agar lebih efisien dan tepat sasaran.

“Bahkan kita subsidi kita akan lebih efisien bila secara perlahan menggeser subsidi LPG yang 68 persen dinikmati rumah tangga mampu, bukan menghapus daya 450 VA. Anggarannya dapat kita alokasikan untuk rumah tangga miskin mengakses energi listrik untuk kebutuhan sehari hari. LPG dapat kita khususnya untuk pedagang keliling, pelaku usaha mikro dan kecil. Semoga pernyataan ini dapat meluruskan segala pembelokan opini yang dimaksudkan secara tidak bertanggungjawab,” pungkasnya.