POJOKJABAR.com, CIREBON – Perdagangan bebas saat ini, memicu berbagai macam produk barang dan pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen, baik promosi melalui media cetak atau elektronik, maupun penawaran barang yang dilakukan secara langsung.
Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
Tanpa disadari dan karena tidak berdaya dalam memperjuangkan haknya maka konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
Demikian paparan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Cirebon (FH UMC) Elya Kusuma Dewi, S.H., M.H di kuliah umum dengan tajuk “Perlindungan Konsumen” bersama Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI), di Meeting Room Kampus 2 UMC.
Menurut Elya, posisi lemah konsumen disebabkan karena peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia belum memadai dan kurang menjamin adanya suatu kepastian hukum, ditambah dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan konsumen yang masih sangat rendah.
Elya pun mengapresiasi langkah pemerintah mengeluarkan sejumlah peraturan demi menjamin hak-hak konsumen. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Adapun tujuan perlindungan konsumen sebagai berikut:
1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang atau jasa;
3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;
6. meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Kendati demikian, dalam pandangan Elya, masih banyak catatan, salah satunya adalah perlu pelibatan Perguruan Tinggi dalam mengadvokasi konsumen agar bisa dilindungi hak-haknya.
Kuliah umum yang menghadirkan Dr. Haris Munandar N, MA (Ketua Komisi Kerjasama dan Kelembagaan BPKN RI) dan Dr. Andi Muhammad Rusdi, M.H (Wakil Ketua Komisi Advokasi BPKN RI) mempertegas kehadiran Kampus tidak bisa dipisahkan dari persoalan masyarakat.
“Kami mengapresiasi kepada BPKN RI yang mendukung salah satu program Unggulan FH UMC. Berbagai problematika yang dihadapi masyarakat itu bagian dari concern Kampus. FH UMC dalam hal ini sangat serius menangani pelbagai urusan publik, wabil khusus perlindungan konsumen,” jelas Elya.
Lebih lanjut, Elya menyampaikan bahwa FH UMC bekerjasama dengan BPKN RI bakal membuka Klinik Pengaduan Perlindungan Konsumen.
Elya menegaskan bahwa adanya klinik ini, konsumen dibimbing secara langsung oleh dosen FH UMC yang profesional. Melalui klinik ini pula, diharapkan konsumen dapat lebih nyaman untuk melakukan konsultasi dan pengaduan permasalahan-permasalahan terkait perlindungan konsumen.
Perlu diketahui, kegiatan kuliah umum ini merupakan bentuk reorientasi Peraturan Menteri Pendidikan No. 754 Tahun 2020 tentang Indikator Kinerja Utama (IKU).
“Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan No. 754 Tahun 2020 tentang IKU yang mana salah satu diantaranya adalah fakultas harus bisa mengundang praktisi untuk memberikan kuliah di Program Studinya sehingga ilmu antara teori dan praktiknya in line,” jelas Elya.
Mengakhiri paparannya, Elya mengucapkan terimakasih kepada Rektor UMC Arif Nurudin M.T, Warek 1 UMC Nana Trisovelna M.T, Warek II UMC Dr. Badawi dan Warek III UMC Dr. Wiwi Hartati, S.Kom,. M.Si. Kesuksesan kuliah umum juga didukung oleh Seluruh Dosen dan Mahasiswa FH UMC.
Kegiatan yang diawali dari Pukul 15.30 – 18.00 WIB ini pun diakhiri dengan buka puasa bersama untuk menambah keakraban keluarga besar FH UMC.
(zag/pojokjabar)